Wednesday, May 16, 2007

becoming dew tiba di London

Pada suatu hari, Hendiarto --teman kami-- berangkat ke London. Yes, Hendiarto of Etnobook & Etnogallery. Bersamanya, ia bawa dua puluh cd :becoming dew. Sesampai di sana, cd dibagikan kepada banyak teman. Salah satunya kepada Liston.

".......dari tepi sungai Thames, di resto depan Tate Gallery, sambil makan
siang dengan Guiness+Heineken, aku dan Liston berangan tentang sukses
karir A+R...., ah semoga itu bisa diwujudkan... "[Hnd]
-- Hendi, aku tahu restoran itu: bir-nya memang melimpah, dan sup labunya yang hangat, luarbiasa! Berjalan sedikit, dan kau akan sampai di Millenium Bridge. Betul?

Pertemuannya dengan Liston tak berhenti pada makan siang. CD kami masuk tas Liston, lalu diputar di BBC, tempat Liston bekerja. Suatu sore, ketika perut sedang sangat tidak bersahabat, Liston menelepon. Kami mengobrol tentang pembuatan album, tentang lagu, tentang puisi. Banyak. Dan inilah hasilnya. Anda bisa klik ke www.bbcindonesia.com atau mencoba link yang terpasang, atau membaca yang tertulis di sini.

12 sajak di Becoming Dew
Becoming Dew
Musikalisasi 12 sajak Sapardi Djoko Damono
Sajak-sajak Sapardi Djoko Damono sudah berulang kali digubah ke dalam lagu, dan Ari Reda juga bukan pertama kalinya terlibat.

Namun Becoming Dew yang berisi 12 sajak Sapardi Djoko Damono, merupakan album komersial pertama Ari Reda.

Menurut Reda, yang sebelumnya pernah menjadi penyanyi sekaligus produser dalam musikalisasi puisi Gadis Kecil, kali ini musiknya lebih sederhana dengan petikan gitar Ari Malibu.

"Mungkin karena musiknya sederhana, sajak-sajaknya jadi lebih keluar," kata Reda kepada BBC Siaran Indonesia.

Reda juga merasa bahwa kali ini dia bisa tampil lebih santai karena sebelumnya dia lebih direpotkan oleh urusan-urusan tehnis.

Walau album Becoming Dew amat khas, namun Reda melihat ada pasar baru yang sebelumnya tidak ada.

"Penggemar kami mahasiswa dan juga eksekutif muda yang sebelumnya tidak mengenal Ari Reda," tambahnya.

Saya pernah mencoba irama rock untuk Lima Sajak Empat Seuntai, tapi Pak Sapardi tak suka
Ari Malibu

Ari Malibu dan Ari Gaudiamo pertama kali bertemu dan menyanyi pada tahun 1982, namun lebih banyak di lingkungan kampus Universitas Indonesia.

Seluruh sajak-sajak dalam Becoming Dew digubah oleh beberapa orang, antara lain AGS Aryadipayana, Budiman Hakim, maupun Ari Malibu dan Reda Gaudiamo sendiri.

Irama melankoli mendominasi album ini dan menurut Ari Malibu memang irama itulah yang cocok untuk sajak Sapardi.

"Saya pernah mencoba irama rock untuk Lima Sajak Empat Seuntai, tapi Pak Sapardi tak suka. Jadi mungkin ya irama melankoli dan seperti itu yang cocok," kata Ari.

Adapun Sapardi Djoko Damono mengatakan tidak ada perasaan istimewa dengan Becoming Dew karena karyanya sudah sering dijadikan lirik lagu.

Apakah tidak kuatir kalau sajaknya kelak dikenal lebih sebagai lirik lagu?

"Bagi saya tidak apa-apa, barangkali memang cocok untuk lirik lagu," katanya sambil tertawa lepas.


Sejauh ini kami berjalan. Jarak semakin jauh dan pemandangan semakin indah. Tentu tak akan pernah tercapai tanpa bantuan teman yang begitu penuh cinta mendukung Ari & Reda.

Hendi dan Liston, TERIMA KASIH!


Salam,
r